Sabtu, 28 Agustus 2010

Tips Kembali dari Safar (mudik)


Tips sekembali dari safar. Semoga sajian ini bermanfaat dan bisa diamalkan.
Pertama, memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga ketika ingin kembali dari safar. Bahkan tidak disukai jika datang kembali dari bepergian pada malam hari tanpa memberitahukan pada keluarga terlebih dahulu.
Dari Jabir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang untuk pulang dari bepergian lalu menemui keluarganya pada malam hari.”
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa tidak pulang dari bepergian lalu menemui keluarganya pada malam hari. Beliau biasanya datang dari bepergian pada pagi atau sore hari.”
Kedua, berdo’a ketika kembali dari safar.
Do’a ketika kembali dari safar sama dengan do’a ketika hendak pergi safar yaitu mengucapkan, “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar”, kemudian membaca,
“Subhanalladzi sakhkhoro lana hadza wa maa kunna lahu muqrinin. Wa inna ila robbina lamunqolibuun. Allahumma innaa nas’aluka fi safarinaa hadza al birro wat taqwa wa minal ‘amali ma tardho. Allahumma hawwin ‘alainaa safaronaa hadza, wathwi ‘anna bu’dahu. Allahumma antash shoohibu fis safar, wal kholiifatu fil ahli. Allahumma inni a’udzubika min wa’tsaa-is safari wa ka-aabatil manzhori wa suu-il munqolabi fil maali wal ahli.” (Mahasuci Allah yang telah menundukkan untuk kami kendaraan ini, padahal kami sebelumnya tidak mempunyai kemampuan untuk melakukannya, dan sesungguhnya hanya kepada Rabb kami, kami akan kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan, taqwa dan amal yang Engkau ridhai dalam perjalanan kami ini. Ya Allah mudahkanlah perjalanan kami ini, dekatkanlah bagi kami jarak yang jauh. Ya Allah, Engkau adalah rekan dalam perjalanan dan pengganti di tengah keluarga. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesukaran perjalanan, tempat kembali yang menyedihkan, dan pemandangan yang buruk pada harta dan keluarga)
Dan ditambahkan membaca,
Aayibuuna taa-ibuuna ‘aabiduun. Lirobbinaa haamiduun (Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji Rabb kami).”
Ketiga, melakukan shalat dua raka’at di masjid ketika tiba dari safar.
Dari Ka’ab, beliau mengatakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika tiba dari safar pada waktu Dhuha, beliau memasuki masjid kemudian beliau melaksanakan shalat dua raka’at sebelum beliau duduk.”
Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau mengatakan, “Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam safar. Tatkala kami tiba di Madinah, beliau mengatakan padaku,
“Masukilah masjid dan lakukanlah shalat dua raka’at.”
Semoga safar kita menjadi lebih berkah.

Tips Ketika Safar (Mudik 2)


Tuntunan yang bisa diamalkan ketika di perjalanan atau ketika safar. Semoga perjalanan mudik kita semakin berkah dengan mengamalkan tips berikut ini.
1. Membaca Do’a Ketika Naik Kendaraan
Ketika menaikkan kaki di atas kendaraan hendaklah seorang musafir membaca, “Bismillah, bismillah, bismillah”. Ketika sudah berada di atas kendaraan, hendaknya mengucapkan, “Alhamdulillah”. Lalu membaca,
Subhanalladzi sakh-khoro lanaa hadza wa maa kunna lahu muqriniin. Wa inna ilaa robbina lamun-qolibuun” (Maha Suci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami).
Kemudian mengucapkan, “Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah”. Lalu mengucapkan, “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar.” Setelah itu membaca,
“Subhaanaka inni qod zholamtu nafsii, faghfirlii fa-innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta” (Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku telah menzholimi diriku sendiri, maka ampunilah aku karena tidak ada yang mengampuni dosa-dosa selain Engkau).
2. Membaca Do’a dan Dzikir Safar
Jika sudah berada di atas kendaraan untuk melakukan perjalanan, hendaklah mengucapkan, “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar.” Setelah itu membaca,
“Subhanalladzi sakh-khoro lanaa hadza wa maa kunna lahu muqrinin. Wa inna ila robbina lamun-qolibuun. Allahumma innaa nas’aluka fii safarinaa hadza al birro wat taqwa wa minal ‘amali ma tardho. Allahumma hawwin ‘alainaa safaronaa hadza, wathwi ‘anna bu’dahu. Allahumma antash shoohibu fis safar, wal kholiifatu fil ahli. Allahumma inni a’udzubika min wa’tsaa-is safari wa ka-aabatil manzhori wa suu-il munqolabi fil maali wal ahli.” (Mahasuci Allah yang telah menundukkan untuk kami kendaraan ini, padahal kami sebelumnya tidak mempunyai kemampuan untuk melakukannya, dan sesungguhnya hanya kepada Rabb kami, kami akan kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan, taqwa dan amal yang Engkau ridhai dalam perjalanan kami ini. Ya Allah mudahkanlah perjalanan kami ini, dekatkanlah bagi kami jarak yang jauh. Ya Allah, Engkau adalah rekan dalam perjalanan dan pengganti di tengah keluarga. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesukaran perjalanan, tempat kembali yang menyedihkan, dan pemandangan yang buruk pada harta dan keluarga)
Dalam perjalanan, hendaknya seorang musafir membaca dzikir “subhanallah” ketika melewati jalan menurun dan “Allahu akbar” ketika melewati jalan mendaki. Dalam sebuah riwayat disebutkan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya biasa jika melewati jalan mendaki, mereka bertakbir (mengucapkan “Allahu Akbar”). Sedangkan apabila melewati jalan menurun, mereka bertasbih (mengucapkan “Subhanallah”).”
3. Hendaklah Memperbanyak Do’a Ketika Safar
Hendaklah seorang musafir memperbanyak do’a ketika dalam perjalanan karena do’a seorang musafir adalah salah satu do’a yang mustajab (terkabulkan).
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tiga do’a yang tidak diragukan lagi terkabulnya yaitu do’a seorang musafir, do’a orang yang terzholimi, dan do’a orang tua kepada anaknya.”
4. Membaca Do’a Ketika Mampir di Suatu Tempat
Hendaklah seorang musafir ketika mampir di suatu tempat membaca, “A’udzu bi kalimaatillahit taammaati min syarri maa kholaq (Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejelekan setiap makhluk).”
Tujuannya agar terhindar dari berbagai macam bahaya dan gangguan. Dari Khowlah binti Hakim As Sulamiyah, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang singgah di suatu tempat kemudian dia mengucapkan, ”A’udzu bi kalimaatillahit taammaati min syarri maa kholaq (Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejelekan setiap makhluk)”, maka tidak ada satu pun yang akan membahayakannya sampai dia pergi dari tempat tersebut.”
5. Ketika Kendaraan Tiba-tiba Mogok atau Rusak
Jika kendaraan mogok, janganlah menjelek-jelekkan syaithan karena syaithan akan semakin besar kepala. Namun ucapkanlah basmalah (bacaan “bismillah”).
Dari Abul Malih dari seseorang, dia berkata, “Aku pernah diboncengi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu tunggangan yang kami naiki tergelincir. Kemudian aku pun mengatakan, “Celakalah syaithan”. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyanggah ucapanku tadi,
“Janganlah engkau ucapkan ‘celakalah syaithan’, karena jika engkau mengucapkan demikian, setan akan semakin besar seperti rumah. Lalu setan pun dengan sombongnya mengatakan, ‘Itu semua terjadi karena kekuatanku’. Akan tetapi, yang tepat ucapkanlah “Bismillah”. Jika engkau mengatakan seperti ini, setan akan semakin kecil sampai-sampai dia akan seperti lalat.”
6. Musafir Ketika Bertemu Waktu Sahur (Menjelang Shubuh)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar dan bertemu dengan waktu sahur, beliau mengucapkan,
“Samma’a saami’un bi hamdillahi wa husni balaa-ihi ‘alainaa. Robbanaa shohibnaa wa afdhil ‘alainaa ‘aa-idzan billahi minan naar (Semoga ada yang memperdengarkan pujian kami kepada Allah atas nikmat dan cobaan-Nya yang baik bagi kami. Wahai Rabb kami, peliharalah kami dan berilah karunia kepada kami dengan berlindung kepada Allah dari api neraka).”

Tips Agar Perjalanan Penuh Makna


Beberapa tips agar perjalanan yang kita lakukan memiliki makna :
1. Perbanyak Berzikir
Berzikir adalah ibadah yang sangat mudah. Apapun kendaraan yang kita gunakan, serta selama apapun kita melakukan perjalanan, berzikir dapat kita lakukan setiap saat. Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Alloh, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS. Al Ahzab: 41, 42)
“Ingatlah, hanya dengan mengingati Alloh-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’d: 28)
Dari Abdulloh bin Basr rodhiallohu ‘anhu ia berkata, “Seorang laki-laki pernah berkata kepada Rosululloh, ‘Wahai Rosululloh, sesungguhnya syariat Islam itu banyak maka beri tahukan kepadaku sesuatu yang dapat aku jadikan pegangan!’ Maka Rosul menjawab,
“Hendaklah lisanmu senantiasa basah dengan berzikir pada Alloh.” (HR. Tirmidzi)
Adapun lafal zikir yang dapat kita baca saat perjalanan sangat banyak sekali. Kita dapat membaca tasbih (Subhanalloh), tahmid (Alhamdulillah), takbir (Allohu Akbar), tahlil (Laa ilaha illalloh) ataupun lafal-lafal lainnya yang telah dicontohkan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana sabda Rosul shollallohu ‘alaihi wa sallam,
“Dua buah kalimat yang ringan di lisan, berat dalam timbangan (mizan) dan dicintai oleh Ar Rohman: Subhanalloh wa bihamdih, Subhanallohil ‘azhiim.” (HR. Bukhori Muslim)
Demikian pula, kita dapat mengucapkan lafal-lafal lainnya seperti ucapan istigfar (Astaghfirulloh) sebagaimana Rosululloh menyebutkan bahwa beliau beristigfar lebih dari 70 kali setiap harinya.
Kita juga dapat membaca sholawat Nabi yang berasal dari dalil yang shohih sebagaimana sabda beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Janganlah engkau jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan dan bersholawatlah untukku karena sesungguhnya sholawat yang engkau ucapkan akan sampai kepadaku di mana saja engkau berada.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)
2. Mengulang Hafalan Al Quran
Terkadang waktu perjalanan yang kita lakukan bisa memakan waktu yang cukup lama. Terlebih lagi jika kita perjalanan yang kita lakukan cukup jauh. Hal lain yang bisa kita lakukan untuk mengisi waktu tersebut adalah dengan mengulang-ulang kembali hafalan Al Quran kita.
Sebagai contoh misalnya, perjalanan dari rumah ke sekolah, kampus atau kantor bisa memakan waktu setengah sampai satu jam. Apalagi jika terjebak kemacetan lalu lintas. Waktu setengah jam dapat kita gunakan untuk mengulang hafalan Al Quran setengah sampai satu juz.
Sebenarnya bukan hanya hafalan Al Quran saja yang bisa kita ulang-ulang saat perjalanan. Bagi Anda yang telah menghafal beberapa hadits Rosul shollallohu ‘alaihi wa sallam bisa juga mengulangnya selama perjalanan. Mengulang hafalan ini sangat bermanfaat bagi kita.
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran sebagai pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al Qomar: 22)
3. Awas Jangan Melanggar Rambu Lalu Lintas!!!
Pengendara yang baik adalah pengendara yang menaati rambu-rambu lalu lintas yang telah ditetapkan untuk kemaslahatan bersama. Sehingga sudah seharusnya bagi seorang mukmin untuk menaati kesepakatan ini. Sebagai buktinya bahwa setiap pengendara mesti sudah menyepakati peraturan lalu lintas adalah surat izin mengemudi (SIM) yang telah dia dapatkan. Karena menaati peraturan rambu lalu lintas adalah perintah waliyul amr yang tidak bertentangan dengan syariat Islam dan wajib bagi kaum muslimin untuk menaati perintah waliyul amr selama tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Alloh ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An Nisa: 59)
Sebagaimana pula sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam,
“Seorang muslim wajib menunaikan persyaratan yang telah disepakati kecuali persyaratan yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi, Ad Daruquthni, Baihaqi dan Ibnu Majah)
Namun sangat disayangkan sekali, banyak di antara kita yang lalai dari menunaikan kewajiban ini. Sering kali kita melihat (atau mungkin kita sebagai pelakunya) orang yang melanggar peraturan lalu lintas yang telah disepakati bersama. Sering kita menyerobot jalur yang semestinya digunakan oleh orang lain. Jalur yang seharusnya digunakan untuk kendaraan yang berbelok ke arah kiri menjadi tertutup, padahal seharusnya kendaraan tersebut dapat langsung berbelok. Maka hal ini merupakan salah satu bentuk kezholiman dan Alloh ta’ala telah melarang hamba-Nya untuk berbuat zholim, Alloh berfirman dalam sebuah hadits qudsi,
“Wahai hamba-Ku sesungguhnya Aku mengharamkan kezholiman atas diriku dan Aku jadikan hal tersebut haram di antara kalian maka janganlah kalian saling berbuat zholim.” (HR. Muslim)
Demikian juga kita dapati banyak sekali para pengendara yang menerobos lampu lalu lintas ketika sinyal berwarna merah yang menandakan harus berhenti. Jika orang tersebut berkilah bahwa dia terburu-buru, maka kita katakan bahwa tidak mustahil orang lain pun memiliki kepentingan yang lebih mendesak dibandingkan kita. Sering kali terjadinya pelanggaran-pelanggaran tersebut malah menimbulkan mudhorot yang lebih besar seperti kecelakaan lalu lintas bahkan tidak jarang menelan korban jiwa.
Oleh sebab itu, hendaknya sebagai seorang pengendara yang baik, kita menaati peraturan lalu lintas yang telah disepakati bersama. “Seorang muslim wajib menunaikan persyaratan yang telah disepakati kecuali persyaratan yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Muslim)
4. Awas, Pandangan Liar !!!
Selama perjalanan, banyak hal-hal yang kita lihat. Terlebih lagi jika perjalanan kita banyak melewati tempat-tempat keramaian seperti pasar dan semacamnya. Maka pada tempat-tempat seperti itu, panah-panah syaitan mengintai bani Adam. Syaitan siap melepaskan panah-panahnya namun sasarannya adalah mata bani Adam. Panah-panah syaitan ini berupa pandangan mata kita kepada sesuatu yang haram untuk dilihat baik berupa aurat maupun hal lainnya. Maka orang yang sedang melakukan perjalanan hendaknya mampu untuk menjaga pandangannya.
Sangat banyak ayat dan hadits yang telah menjelaskan tentang wajibnya menjaga pandangan. Di antaranya firman Alloh ta’ala,
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka.” (QS. An Nuur: 30)
. Ketahuilah wahai saudaraku seiman, bahwa barang siapa yang menjaga kemaluannya, maka Alloh akan menganugerahkan cahaya pada mata hatinya. Oleh karena itu Alloh mengatakan, “yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka.”
Barang siapa menjaga pandangannya dari hal yang haram, maka Alloh akan memberikan cahaya pada hatinya. (Tazkiyatun Nufus, DR. Ahmad Farid, hal 39).
Selain ayat di atas yang menegaskan tentang wajibnya kita menjaga pandangan, ada banyak sekali hadits-hadits dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang hal tersebut. Salah satunya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari sahabat Abu Hurairoh bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Telah ditetapkan nasib keturunan Adam tentang zina yang tidak bisa tidak, mesti dia lakukan: Zina kedua mata dengan melihat, zina kedua telinga dengan mendengar, zinanya lisan dengan berbicara, zina kedua tangan dengan memukul, zinanya kaki dengan berjalan, dan hati dengan bernafsu dan berangan-angan. Maka kemaluanlah yang membenarkan hal tersebut atau mendustakannya.” (HR. Bukhori Muslim)
Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilal hafizhohulloh mengatakan bahwa dalam hadits ini terdapat Nasihat Nabawi untuk meninggalkan zina dan hal-hal yang menjadi muqoddimah (pendahuluan) zina. Sebagaimana firman Alloh ta’ala,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra: 32)
Demikianlah, hendaknya pada saat perjalanan, kita bisa menjaga pandangan kita karena pada saat inilah banyak orang-orang asing yang kita lihat. Namun hal ini bukan berarti bahwa kita harus menutup mata selama perjalanan sehingga bahkan rambu lalu lintas pun tidak kita lihat, bisa kacau urusannya. Namun hendaklah kita melihat apa yang diperbolehkan kita melihatnya seperti jalan, pemandangan alam dan lain sebagainya. Kemudian kita menjaga pandangan kita dari hal-hal yang diharamkan untuk kita lihat baik berupa gambar-gambar maupun aurat manusia.
Demikianlah, sedikit tips yang dapat kami berikan untuk mengisi waktu perjalanan kita. Penyebutan yang kami sebutkan di sini hanyalah sekedar contoh bukan pembatasan. Masih banyak kegiatan lain yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat kita untuk mengisi waktu perjalanan. Bisa dengan membaca buku yang bermanfaat seperti kisah para sahabat maupun para ulama. Kita juga bisa mendengarkan yang bermanfaat seperti mendengarkan bacaan Al Quran dan lain sebagainya. Atau mungkin juga kita bisa mendoakan orang-orang yang kita cintai seperti orang tua, teman, keluarga dan lain-lain, karena salah satu penyebab terkabulnya doa adalah ketika kita dalam kondisi safar. Semoga yang sedikit ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua. Amiin ya mujibbas saailiin.

Tips Ketika Safar (Mudik 1)


Di penghujung bulan Ramadhan, menjelang lebaran atau Idul Fithri, kaum muslimin begitu sibuk untuk mempersiapkan mudik lebaran. Namun amat jarang yang memikirkan bagaimanakah ajaran Islam mengajarkan persiapan untuk melakukan perjalanan jauh. Jika seseorang memperhatikan ajaran tersebut dalam melakukan persiapan perjalanan jauh lantas ia mengamalkannya, maka sungguh mudik yang ia jalani akan begitu berkah. Keberkahan ini diperoleh karena ketaatannya dan semangatnya dalam mengikuti ajaran Allah dan Rasul-Nya.
Di antara persiapan sebelum mudik:
Pertama, melakukan shalat istikharah terlebih dahulu untuk memohon petunjuk kepada Allah mengenai waktu safar, kendaraan yang digunakan, teman perjalanan dan arah jalan. Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengajari para sahabatnya shalat istikhoroh dalam setiap urusan. Beliau mengajari shalat ini sebagaimana beliau mengajari surat dari Al Qur’an.”
Kedua, jika sudah bulat melakukan perjalanan, maka perbanyaklah taubat yaitu meminta ampunan pada Allah dari segala macam maksiat, mintalah maaf kepada orang lain atas tindak kezholiman yang pernah dilakukan, dan minta dihalalkan jika ada muamalah yang salah dengan sahabat atau lainnya.
Ketiga, menyelesaikan berbagai persengketaan, seperti menunaikan utang pada orang lain yang belum terlunasi sesuai kemampuan, menunjuk siapa yang bisa menjadi wakil tatkala ada utang yang belum bisa dilunasi, mengembalikan barang-barang titipan, mencatat wasiat, dan memberikan nafkah yang wajib bagi anggota keluarga yang ditinggalkan.
Keempat, meminta restu dan ridho orang tua atau keluarga, tempat berbakti dan berbuat baik.
Kelima, melakukan safar atau perjalanan bersama tiga orang atau lebih. Sebagaimana hadits, “Satu pengendara (musafir) adalah syaithan, dua pengendara (musafir) adalah dua syaithan, dan tiga pengendara (musafir) itu baru disebut rombongan musafir.”
Yang dimaksud dengan syaithan di sini adalah jika kurang dari tiga orang, musafir tersebut sukanya membelot dan tidak taat. Namun larangan di sini bukanlah haram (tetapi makruh) karena larangannya berlaku pada masalah adab.
Keenam, mengangkat pemimpin dalam rombongan safar yang mempunyai akhlaq yang baik, akrab, dan punya sifat tidak egois. Juga mencari teman-teman yang baik dalam perjalanan. Adapun perintah untuk mengangkat pemimpin ketika safar adalah, “Jika ada tiga orang keluar untuk bersafar, maka hendaklah mereka mengangkat salah satu di antaranya sebagai ketua rombongan.”
Ketujuh, hendaklah melakukan safar pada waktu terbaik.
Dianjurkan untuk melakukan safar pada hari Kamis sebagaimana kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Ka’ab bin Malik, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju perang Tabuk pada hari Kamis. Dan telah menjadi kebiasaan beliau untuk bepergian pada hari Kamis.”
Dianjurkan pula untuk mulai bepergian pada pagi hari karena waktu pagi adalah waktu yang penuh berkah. Sebagaimana do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu pagi, “Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.”
Ibnu Baththol mengatakan, “Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan waktu pagi dengan mendo’akan keberkahan pada waktu tersebut daripada waktu-waktu lainnya karena waktu pagi adalah waktu yang biasa digunakan manusia untuk memulai amal (aktivitas). Waktu tersebut adalah waktu bersemangat (fit) untuk beraktivitas. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan do’a pada waktu tersebut agar seluruh umatnya mendapatkan berkah di dalamnya.”
Juga waktu terbaik untuk melakukan safar adalah di waktu duljah. Sebagian ulama mengatakan bahwa duljah bermakna awal malam. Ada pula yang mengatakan seluruh malam karena melihat kelanjutan hadits. Jadi dapat kita maknakan bahwa perjalanan di waktu duljah adalah perjalanan di malam hari. Perjalanan di waktu malam itu sangatlah baik karena ketika itu jarak bumi seolah-olah didekatkan. Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kalian melakukan perjalanan di malam hari, karena seolah-olah bumi itu terlipat ketika itu.”
Kedelapan, melakukan shalat dua raka’at ketika hendak pergi. Sebagaimana terdapat hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau keluar dari rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang dengan ini akan menghalangimu dari kejelekan yang berada di luar rumah. Jika engkau memasuki rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang akan menghalangimu dari kejelekan yang masuk ke dalam rumah.”
Kesembilan, berpamitan kepada keluarga dan orang-orang yang ditinggalkan.
Do’a yang biasa diucapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang hendak bersafar adalah, “Astawdi’ullaha diinaka, wa amaanataka, wa khowaatiima ‘amalik (Aku menitipkan agamamu, amanahmu, dan perbuatan terakhirmu kepada Allah)”
Kemudian hendaklah musafir atau yang bepergian mengatakan kepada orang yang ditinggalkan,
“Astawdi’ukallaha alladzi laa tadhi’u wa daa-i’ahu (Aku menitipkan kalian pada Allah yang tidak mungkin menyia-nyiakan titipannya).”
Kesepuluh, ketika keluar rumah dianjurkan membaca do’a:
“Bismillahi tawakkaltu ‘alallah laa hawla wa laa quwwata illa billah” (Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada-Nya, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Nya).
Atau bisa pula dengan do’a: “Allahumma inni a’udzu bika an adhilla aw udholla, aw azilla aw uzalla, aw azhlima aw uzhlama, aw ajhala aw yujhala ‘alayya” [Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan diriku atau disesatkan orang lain, dari ketergelinciran diriku atau digelincirkan orang lain, dari menzholimi diriku atau dizholimi orang lain, dari kebodohan diriku atau dijahilin orang lain].

Jumat, 27 Agustus 2010

Perselisihan Ulama Mengenai Puasa Wanita Hamil dan Menyusui


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Di antara kemudahan dalam syar’at Islam adalah memberi keringanan kepada wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa. Jika wanita hamil takut terhadap janin yang berada dalam kandungannya dan wanita menyusui takut terhadap bayi yang dia sapih –misalnya takut kurangnya susu- karena sebab keduanya berpuasa, maka boleh baginya untuk tidak berpuasa, dan hal ini tidak ada perselisihan di antara para ulama. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنِ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ الصِّيَامَ
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla meringankan setengah shalat untuk musafir dan meringankan puasa bagi musafir, wanita hamil dan menyusui.”
Perselisihan Ulama
Namun apa kewajiban wanita hamil dan menyusui jika tidak berpuasa, apakah ada qodho’ ataukah mesti menunaikan fidyah? Inilah yang diperselisihkan oleh para ulama.
Al Jashshosh rahimahullah mengatakan, “Para ulama salaf telah berselisih pendapat dalam masalah ini menjadi tiga pendapat. ‘Ali berpendapat bahwa wanita hamil dan menyusui wajib qodho’ jika keduanya tidak berpuasa dan tidak ada fidyah ketika itu. Pendapat ini juga menjadi pendapat Ibrahim, Al Hasan dan ‘Atho’. Ibnu ‘Abbas berpendapat cukup keduanya membayar fidyah saja, tanpa ada qodho’. Sedangkan Ibnu ‘Umar dan Mujahid berpendapat bahwa keduanya harus menunaikan fidyah sekaligus qodho’.”
Lengkapnya dalam masalah ini ada lima pendapat.
Pendapat pertama: wajib mengqodho’ (mengganti) puasa dan memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan. Inilah pendapat Imam Asy Syafi’i, Imam Malik dan Imam Ahmad. Namun menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, jika wanita hamil dan menyusui takut sesuatu membahayakan dirinya (tidak anaknya), maka wajib baginya mengqodho’ puasa saja karena keduanya disamakan seperti orang sakit.
Pendapat kedua: cukup mengqodho’ saja. Inilah pendapat Al Auza’i, Ats Tsauriy, Abu Hanifah dan murid-muridnya, Abu Tsaur dan Abu ‘Ubaid.
Pendapat ketiga: cukup memberi makan kepada orang miskin tanpa mengqodho’. Inilah pendapat Ibnu Abbas, Ibnu ‘Umar, Ishaq, dan Syaikh Al Albani.
Pendapat keempat: mengqodho’ bagi yang hamil sedangkan bagi wanita menyusui adalah dengan mengqodho’ dan memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan. Inilah pendapat Imam Malik dan ulama Syafi’iyah.
Pendapat kelima: tidak mengqodho’ dan tidak pula memberi makan kepada orang miskin. Inilah pendapat Ibnu Hazm.
Dalil Ulama yang Mengharuskan Penunaian Fidyah
Firman Allah Ta’ala,
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin” (QS. Al Baqarah: 184). Menurut ulama yang berpendapat seperti ini, mereka mengatakan bahwa kewajiban fidyah masih berlaku bagi orang yang sudah tua renta, juga bagi wanita hamil dan menyusui.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
رخص للشيخ الكبير والعجوز الكبيرة في ذلك وهما يطيقان الصوم أن يفطرا إن شاءا ويطعما كل يوم مسكينا ولا قضاء عليهما ثم نسخ ذلك في هذه الاية : ( فمن شهد منكم الشهر فليصمه ) وثبت للشيخ الكبير والعجوز الكبيرة لذا كانا لا يطيقان الصوم والحبلى والمرضع إذا خافتا أفطرتا وأطعمتا كل يوم مسكينا
“Keringanan dalam hal ini adalah bagi orang yang tua renta dan wanita tua renta, lalu mereka mampu berpuasa. Mereka berdua berbuka jika mereka mau dan memberi makan kepada orang miskin setiap hari yang ditinggalkan, pada saat ini tidak ada qodho’ bagi mereka. Kemudian hal ini dihapus dengan ayat (yang artinya): “Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”. Namun hukum fidyah ini masih tetap ada bagi orang yang tua renta dan wanita tua renta jika mereka tidak mampu berpuasa. Kemudian bagi wanita hamil dan menyusui jika khawatir mendapat bahaya, maka dia boleh berbuka (tidak berpuasa) dan memberi makan orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan.”
Dalam riwayat Abu Daud,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ (وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ) قَالَ كَانَتْ رُخْصَةً لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ وَالْمَرْأَةِ الْكَبِيرَةِ وَهُمَا يُطِيقَانِ الصِّيَامَ أَنْ يُفْطِرَا وَيُطْعِمَا مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا – قَالَ أَبُو دَاوُدَ يَعْنِى عَلَى أَوْلاَدِهِمَا – أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا.
Dari Ibnu ‘Abbas, mengenai firman Allah (yang artinya), “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin,” beliau mengatakan, “Ayat ini menunjukkan keringanan bagi laki-laki dan perempuan yang sudah tua renta dan mereka merasa berat berpuasa, mereka dibolehkan untuk tidak berpuasa, namun mereka diharuskan untuk memberi makan setiap hari satu orang miskin sebagai ganti tidak berpuasa. Hal ini juga berlaku untuk wanita hamil dan menyusui jika keduanya khawatir –Abu Daud mengatakan: khawatir pada keselamatan anaknya-, mereka dibolehkan tidak berpuasa, namun keduanya tetap memberi makan (kepada orang miskin).”
Perselisihan Ulama Mengenai Puasa Wanita Hamil dan Menyusui

Kamis, 26 Agustus 2010

Bagaimana Kita Merayakan Nuzulul Quran?


Saudaraku! Setiap tahun, dan tepatnya di bulan suci Ramadhan ini, banyak dari umat Islam di sekitar anda merayakan dan memperingati suatu kejadian bersejarah yang telah merubah arah sejarah umat manusia. Dan mungkin juga anda termasuk yang turut serta merayakan dan memperingati kejadian itu. Tahukah anda sejarah apakah yang saya maksudkan?
Kejadian sejarah itu adalah Nuzul Qur’an; diturunkannya Al Qur’an secara utuh dari Lauhul Mahfuzh di langit ketujuh, ke Baitul Izzah di langit dunia.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ. البقرة 185
“Bulan Ramadhan, bulan yang di padanya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (Qs. Al Baqarah: 185)
Peringatan terhadap turunnya Al Qur’an diwujudkan oleh masyarakat dalam berbagai acara, ada yang dengan mengadakan pengajian umum. Dari mereka ada yang merayakannya dengan pertunjukan pentas seni, semisal qasidah, anasyid dan lainnya. Dan tidak jarang pula yang memperingatinya dengan mengadakan pesta makan-makan.
Pernahkan anda bertanya: bagaimanakah cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabatnya dan juga ulama’ terdahulu setelah mereka memperingati kejadian ini?
Anda merasa ingin tahu apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Simaklah penuturan sahabat Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu tentang apa yang beliau lakukan.
كَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ . رواه البخاري
“Dahulu Malaikat Jibril senantiasa menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada setiap malam Ramadhan, dan selanjutnya ia membaca Al Qur’an bersamanya.” (Riwayat Al Bukhari)
Demikianlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermudarasah, membaca Al Qur’an bersama Malaikat Jibril alaihissalam di luar shalat. Dan ternyata itu belum cukup bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau masih merasa perlu untuk membaca Al Qur’an dalam shalatnya. Anda ingin tahu, seberapa banyak dan seberapa lama beliau membaca Al Qur’an dalam shalatnya?
Simaklah penguturan sahabat Huzaifah radhiallahu ‘anhu tentang pengalaman beliau shalat tarawih bersama Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Pada suatu malam di bulan Ramadhan, aku shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam bilik yang terbuat dari pelepah kurma. Beliau memulai shalatnya dengan membaca takbir, selanjutnya beliau membaca doa:
الله أكبر ذُو الجَبَرُوت وَالْمَلَكُوتِ ، وَذُو الكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ
Selanjutnya beliau mulai membaca surat Al Baqarah, sayapun mengira bahwa beliau akan berhenti pada ayat ke-100, ternyata beliau terus membaca. Sayapun kembali mengira: beliau akan berhenti pada ayat ke-200, ternyata beliau terus membaca hingga akhir Al Baqarah, dan terus menyambungnya dengan surat Ali Imran hingga akhir. Kemudian beliau menyambungnya lagi dengan surat An Nisa’ hingga akhir surat. Setiap kali beliau melewati ayat yang mengandung hal-hal yang menakutkan, beliau berhenti sejenak untuk berdoa memohon perlindungan. …. Sejak usai dari shalat Isya’ pada awal malam hingga akhir malam, di saat Bilal memberi tahu beliau bahwa waktu shalat subuh telah tiba beliau hanya shalat empat rakaat.” (Riwayat Ahmad, dan Al Hakim)
Demikianlah cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingati turunnya Al Qur’an pada bulan ramadhan, membaca penuh dengan penghayatan akan maknanya. Tidak hanya berhenti pada mudarasah, beliau juga banyak membaca Al Qur’an pada shalat beliau, sampai-sampai pada satu raka’at saja, beliau membaca surat Al Baqarah, Ali Imran dan An Nisa’, atau sebanyak 5 juz lebih.
Inilah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan, dan demikianlah cara beliau memperingati turunnya Al Qur’an. Tidak ada pesta makan-makan, apalagi pentas seni, nyanyi-nyanyi, sandiwara atau tari menari.
Bandingkan apa yang beliau lakukan dengan yang anda lakukan. Sudahkah anda mengetahui betapa besar perbedaannya?
Anda juga ingin tahu apa yang dilakukan oleh para ulama’ terdahulu pada bulan Ramadhan?
Imam As Syafi’i pada setiap bulan ramadhan menghatamkan bacaan Al Qur’an sebanyak enam puluh (60) kali.
Anda merasa sebagai pengikut Imam As Syafi’i? Inilah teladan beliau, tidak ada pentas seni, pesta makan, akan tetapi seluruh waktu beliau diisi dengan membaca dan mentadaburi Al Qur’an.
Buktikanlah saudaraku bahwa anda adalah benar-benar penganut mazhab Syafi’i yang sebenarnya.
Al Aswab An Nakha’i setiap dua malam menghatamkan Al Qur’an.
Qatadah As Sadusi, memiliki kebiasaan setiap tujuh hari menghatamkan Al Qur’an sekali. Akan tetapi bila bulan Ramadhan telah tiba, beliau menghatamkannya setiap tiga malam sekali. Dan bila telah masuk sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, beliau senantiasa menghatamkannya setiap malam sekali.
Demikianlah teladan ulama’ terdahulu dalam memperingati sejarah turunnya Al Qur’an. Tidak ada pesta ria, makan-makan, apa lagi na’uzubillah pentas seni, tari-menari, nyanyi-menyanyi.
Orang-orang seperti merekalah yang dimaksudkan oleh firman Allah Ta’ala:
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاء وَمَن يُضْلِلْ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ . الزمر23
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabbnya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya.” (Qs. Az Zumar: 23)
Dan oleh firman Allah Ta’ala:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ {2} الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ {3} أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ. الأنفال 2-4
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka, Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rejeki (nikmat) yang mulia.” (Qs. Al Anfaal: 2-4)
Adapun kita, maka hanya kerahmatan Allah-lah yang kita nantikan. Betapa sering kita membaca, mendengar ayat-ayat Al Qur’an, akan tetapi semua itu seakan tidak meninggalkan bekas sedikitpun. Hati terasa kaku, dan keras, sekeras bebatuan. Iman tak kunjung bertambah, bahkan senantiasa terkikis oleh kemaksiatan. Dan kehidupan kita begitu jauh dari dzikir kepada Allah.
Saudaraku! Akankan kita terus menerus mengabadikan keadaan kita yang demikian ini? Mungkinkah kita akan senantiasa puas dengan sikap mendustai diri sendiri? Kita mengaku mencintai dan beriman kepada Al Qur’an, dan selanjutnya kecintaan dan keimanan itu diwujudkan dalam bentuk tarian, nyayian, pesta makan-makan?
Kapankah kita dapat membuktikan kecintaan dan keimanan kepada Al Qur’an dalam bentuk tadarus, mengkaji kandungan, dan mengamalkan nilai-nilainya?
Tidakkah saatnya telah tiba bagi kita untuk merubah peringatan Al Qur’an dari pentas seni menjadi bacaan dan penerapan kandungannya dalam kehidupan nyata?
***
Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri (lulusan Universitas Islam Madinah)
Artikel www.pengusahamuslim.com

Selasa, 24 Agustus 2010

Ilmu Menumbuhkan Sifat Tawadhu’


Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Salah satu tanda kebahagiaan dan kesuksesan adalah tatkala seorang hamba semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula sikap tawadhu’ dan kasih sayangnya. Dan semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya. Setiap kali bertambah usianya maka semakin berkuranglah ketamakan nafsunya. Setiap kali bertambah hartanya maka bertambahlah kedermawanan dan kemauannya untuk membantu sesama. Dan setiap kali bertambah tinggi kedudukan dan posisinya maka semakin dekat pula dia dengan manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai kebutuhan mereka serta bersikap rendah hati kepada mereka.”
Beliau melanjutkan,
“Dan tanda kebinasaan yaitu tatkala semakin bertambah ilmunya maka bertambahlah kesombongan dan kecongkakannya. Dan setiap kali bertambah amalnya maka bertambahlah keangkuhannya, dia semakin meremehkan manusia dan terlalu bersangka baik kepada dirinya sendiri. Semakin bertambah umurnya maka bertambahlah ketamakannya. Setiap kali bertambah banyak hartanya maka dia semakin pelit dan tidak mau membantu sesama. Dan setiap kali meningkat kedudukan dan derajatnya maka bertambahlah kesombongan dan kecongkakan dirinya. Ini semua adalah ujian dan cobaan dari Allah untuk menguji hamba-hamba-Nya. Sehingga akan berbahagialah sebagian kelompok, dan sebagian kelompok yang lain akan binasa. Begitu pula halnya dengan kemuliaan-kemuliaan yang ada seperti kekuasaan, pemerintahan, dan harta benda. Allah ta’ala menceritakan ucapan Sulaiman tatkala melihat singgasana Ratu Balqis sudah berada di sisinya (yang artinya), “Ini adalah karunia dari Rabb-ku untuk menguji diriku. Apakah aku bisa bersyukur ataukah justru kufur.” (QS. An Naml : 40).”

Kembali beliau memaparkan,
“Maka pada hakekatnya berbagai kenikmatan itu adalah cobaan dan ujian dari Allah yang dengan hal itu akan tampak bukti syukur orang yang pandai berterima kasih dengan bukti kekufuran dari orang yang suka mengingkari nikmat. Sebagaimana halnya berbagai bentuk musibah juga menjadi cobaan yang ditimpakan dari-Nya Yang Maha Suci. Itu artinya Allah menguji dengan berbagai bentuk kenikmatan, sebagaimana Allah juga menguji manusia dengan berbagai musibah yang menimpanya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Adapun manusia, apabila Rabbnya mengujinya dengan memuliakan kedudukannya dan mencurahkan nikmat (dunia) kepadanya maka dia pun mengatakan, ‘Rabbku telah memuliakan diriku.’ Dan apabila Rabbnya mengujinya dengan menyempitkan rezkinya ia pun berkata, ‘Rabbku telah menghinakan aku.’ Sekali-kali bukanlah demikian…” (QS. Al Fajr : 15-17). Artinya tidaklah setiap orang yang Aku lapangkan (rezkinya) dan Aku muliakan kedudukan (dunia)-nya serta Kucurahkan nikmat (duniawi) kepadanya adalah pasti orang yang Aku muliakan di sisi-Ku. Dan tidaklah setiap orang yang Aku sempitkan rezkinya dan Aku timpakan musibah kepadanya itu berarti Aku menghinakan dirinya.” (Al Fawa’id, hal. 149).
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id

Minggu, 22 Agustus 2010

Dalil Pendukung Shalat Tarawih 23 Raka’at


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Seringkali masalah jumlah raka’at shalat tarawih dipermasalahkan di tengah-tengah masyarakat. Sampai-sampai jumlah raka’at ini jadi tolak ukur, apakah si fulan termasuk golongannya ataukah tidak. Kami pernah mengangkat pembahasan jumlah raka’at shalat tarawih, namun masih ada saja yang sering mendebat mempertanyakan pendapat pilihan kami. Sekarang kami akan membahas dari sisi dalil pendukung shalat tarawih 23 raka’at. Hal ini kami kemukakan dengan tujuan supaya kaum muslimin sadar bahwa beda pendapat yang terjadi sebenarnya tidak perlu sampai meruntuhkan kesatuan kaum muslimin. Dalil pendukung yang akan kami kemukakan menunjukkan bahwa shalat tarawih 23 raka’at sama sekali bukanlah bid’ah, perkara yang dibuat-buat. Kami akan buktikan dari sisi dalil dan beberapa alasan. Semoga amalan ini ikhlas karena mengharap wajah-Nya.
Asal ‘Umar Mulai Mengumpulkan Para Jama’ah dalam Shalat Tarawih
Dalam Shahih Al Bukhari pada Bab “Keutamaan Qiyam Ramadhan” disebutkan beberapa riwayat sebagai berikut.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ » . قَالَ ابْنُ شِهَابٍ فَتُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَالأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ ، ثُمَّ كَانَ الأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ فِى خِلاَفَةِ أَبِى بَكْرٍ وَصَدْرًا مِنْ خِلاَفَةِ عُمَرَ – رضى الله عنهما -
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Humaid bin ‘Abdurrahman dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang melaksanakan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dari-Nya) maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu“. Ibnu Syihab berkata; Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, namun orang-orang terus melestarikan tradisi menegakkan malam Ramadhan (secara bersama, jamaah), keadaan tersebut terus berlanjut hingga zaman kekhalifahan Abu Bakar dan awal-awal kekhilafahan ‘Umar bin Al Khaththobradhiyallahu ‘anhu. (HR. Bukhari no. 2009)
وَعَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِىِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ – رضى الله عنه – لَيْلَةً فِى رَمَضَانَ ، إِلَى الْمَسْجِدِ ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّى الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ ، وَيُصَلِّى الرَّجُلُ فَيُصَلِّى بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّى أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ . ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ ، ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى ، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ ، قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ ، وَالَّتِى يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِى يَقُومُونَ . يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ ، وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ
Dan dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah bin Az Zubair dari ‘Abdurrahman bin ‘Abdul Qariy bahwa dia berkata, “Aku keluar bersama ‘Umar bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma’mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka ‘Umar berkata, “Aku berpikir bagaimana seandainya mereka semuanya shalat berjama’ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik“. Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama’ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka’ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama’ah dengan dipimpin seorang imam, lalu ‘Umar berkata, “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam.” Yang beliau maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam. (HR. Bukhari no. 2010)
Adapun mengenai jumlah raka’at shalat tarawih yang dilakukan di zaman ‘Umar tidak disebutkan secara tegas dalam riwayat di atas, dan ada perbedaan dalam beberapa riwayat yang nanti akan kami jelaskan selanjutnya.

Dalil Pendukung Shalat Tarawih 23 Raka’at

Panduan I’tikaf Ramadhan

I’tikaf secara bahasa berarti menetap pada sesuatu. Sedangkan secara syar’i, i’tikaf berarti menetap di masjid dengan tata cara yang khusus disertai dengan niat.
Dalil Disyari’atkannya I’tikaf
Ibnul Mundzir mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa i’tikaf itu sunnah, bukan wajib kecuali jika seseorang mewajibkan bagi dirinya bernadzar untuk melaksanakan i’tikaf.”
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”.
Waktu i’tikaf yang lebih afdhol adalah di akhir-akhir ramadhan (10 hari terakhir bulan Ramadhan) sebagaimana hadits ‘Aisyah, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dengan tujuan untuk mendapatkan malam lailatul qadar, untuk menghilangkan dari segala kesibukan dunia, sehingga mudah bermunajat dengan Rabbnya, banyak berdo’a dan banyak berdzikir ketika itu.
I’tikaf Harus Dilakukan di Masji
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”(QS. Al Baqarah: 187). Demikian juga dikarenakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu juga istri-istri beliau melakukannya di masjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali. Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Para ulama sepakat bahwa disyaratkan melakukan i’tikaf di masjid.”Termasuk wanita, ia boleh melakukan i’tikaf sebagaimana laki-laki, tidak sah jika dilakukan selain di masjid.

Dalil Pendukung Shalat Tarawih 23 Raka’at

Sabtu, 17 April 2010



Suatu ketika Khalifah 'Umar bin Khatthab RA, telah menyita seekor unta milik anak lelakinya sendiri, ketika dilihatnya unta itu berada di pasar. Beliau mengetahui benar bahwa unta itu menjadi gemuk karena digembalakan bersama-sama dengan beberapa ekor unta lain milik kaum Muslimin yang diurus oleh Baitul Maal.

Penyitaan tersebut dilakukan atas dasar alasan bahwa unta milik putera Amirul Mukminin itu, oleh penggembalanya digembalakan di suatu tempat penggembalaan yang paling baik. Hal itu oleh Khalifah 'Umar dipandang sebagai perbuatan menyalahgunakan kekuasaan negara karena unta itu bisa ditempatkan di tempat gembalaan yang paling baik disebabkan unta itu milik putra Amirul Mukminin. Karena itu beliau memerintahkan anaknya supaya segera menjual unta itu dan hanya diperbolehkan mengambil pokoknya. Sedangkan keuntungan dari penjualan tersebut diserahkan kepada Baitul Maal.

Karena tindakan hukum yang ketat itu, banyak para sahabat Rasulullah SAW, yang keberatan menerima pengangkatan sebagai pejabat negara, karena mereka paham betul bahwa jabatan tersebut memiliki konsekuensi yang sangat berat. Artinya, jabatan negara hanya layak diduduki oleh orang-orang yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan jabatan tersebut dengan benar.

Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadis yang berasal dari Abu Mas'ud Al-Anshariy, yang mengatakan sebagai berikut: Rasulullah SAW pernah mengangkatku sebagai petugas pengumpul zakat. Beliau berkata: "Hai Abu Mas'ud, berangkatlah, semoga pada hari kiamat kelak aku tidak akan mendapatimu datang dalam keadaan punggungmu memikul seekor unta sedekah yang meringkik-ringkik, yang kau curangi". Aku menjawab: "Jika demikian aku tidak berangkat!" Beliau menyahut: "Aku tidak memaksamu."

Demikianlah, para sahabat Rasulullah SAW telah memahami bahwa kedudukan atau jabatan pemerintahan adalah sebuah amanah yang berat. Pertanggungjawabannya tidak sebatas di dunia saja, melainkan juga di akhirat. Karena itu mereka tidak segan-segan menindak tegas orang-orang yang berbuat kecurangan, meski pelakunya berasal dari anggota keluarga mereka sendiri.

Mereka juga lebih memilih untuk tidak menjadi seorang pejabat, apabila khawatir tidak akan mampu memegang amanah kepemimpinan yang dibebankan di pundaknya. Kini orang bahkan berebut untuk meraih jabatan dan kedudukan dalam pemerintahan, dengan berbagai cara dan upaya. Hal itu dilakukan tanpa mempertimbangkan lagi amanah kepemimpinan yang harus dipertanggungkawabkannya di dunia dan akhirat kelak. Wal hasil, terjadilah banyak penyalahgunaan wewenang dan jabatan, hingga akhirnya rakyatlah yang menjadi korban.

sumber : republika

Minggu, 28 Maret 2010

Hal-Hal yang Merusak Ukhuwah

Hal-hal yang dapat merusak ukhuwah, di antaranya adalah :

1. Tamak dan rakus terhadap dunia, terhadap apa-apa yang dimiliki orang lain.

Rasulullah saw. Bersabda, "Zuhudlah terhadap dunia, Allah akan mencintai kamu. Zuhudlah terhadap apa yang dimiliki oleh manusia, mereka akan mencintai kamu."(HR Ibnu Majah).

Jika kamu tertimpa musibah, mintalah musyawarah kepada saudaramu dan jangan meminta apa yang engkau butuhkan. Sebab jika saudara atau temanmu itu memahami keadaanmu, ia akan terketuk hatinya untuk menolongmu, tanpa harus meminta atau meneteskan air mata.

2. Maksiat dan meremehkan ketaatan.

Jika di dalam pergaulan tidak ada nuansa dzikir dan ibadah, saling menasehati, mengingatkan dan memberi pelajaran, berarti pergaulan atau ikatan persahabatan itu telah gersang disebabkan oleh kerasnya hati dan hal itu bisa mengakibatkan terbukannya pintu-pintu kejahatan sehingga masing-masing akan saling menyibukkan diri dengan urusan yang lain. Padahal Rasulullah saw. Bersabda, "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak mendzoliminya dan tidak menghinakannya. Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, Tidaklah dua orang yang saling mengasihi, kemudian dipisahkan antara keduanya kecuali hanya karena satu dosa yang dilakukan oleh salah seorang dari keduanya."(HR Ahmad).

Ibnu Qayim, dalam kitab "Al-Jawabul Kafi" mengatakan, "Di antara akibat dari perbuatan maksiyat adalah rasa gelisah (takut dan sedih) yang dirasakan oleh orang yang bermaksiyat itu untuk bertemu dengan saudara-saudaranya."

Orang-orang ahli maksiyat dan kemungkaran, pergaulan dan persahabatan mereka tidak dibangun atas dasar ketakwaan melainkan atas dasar materi sehingga akan dengan mudah berubah menjadi permusuhan. Bahkan hal itu nanti akan menjadi beban di hari kiamat. Allah swt. Berfirman, "Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa."(Az-Zukhruf: 67). Sedangkan persahabatan karena Allah, akan terus berlanjut sampai di surga, "…sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan."(Al-Hijr: 47).

3. Tidak menggunakan adab yang baik (syar'i) ketika berbicara.

Ketika berbicara dengan saudara atau kawan, hendaknya seseorang memilih perkataan yang paling baik. Allah berfirman, "Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, 'hendaklah mereka mengucapkan kata-kata yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia'."(Al-Isra: 53).

Dalam sebuah hadis Nabi saw. Bersabda, "Kalimah thayibah adalah shadaqah."(HR Bukhari).

4. Tidak memperhatikan apabila ada yang mengajak berbicara dan memalingkan muka darinya.

Seorang ulama salaf berkata, "Ada seseorang yang menyampaikan hadis sedangkan aku sudah mengetahui hal itu sebelum ia dilahirkan oleh ibunya. Akan tetapi, akhlak yang baik membawaku untuk tetap mendengarkannya hingga ia selesai berbicara."

5. Banyak bercanda dan bersenda gurau.

Berapa banyak orang yang putus hubungan satu sama lainnya hanya disebabkan oleh canda dan senda gurau.

6. Banyak berdebat dan berbantah-bantahan.

Terkadang hubungan persaudaraan terputus karena terjadinya perdebatan yang sengit yang bisa jadi itu adalah tipuan setan. Dengan alasan mempertahankan akidah dan prinsipnya padahal sesungguhnya adalah mempertahankan dirinya dan kesombongannya. Rasulullah saw. Bersabda, "Orang yang paling dibenci di sisi Allah adalah yang keras dan besar permusuhannya."(HR Bukhari dan Muslim). Orang yang banyak permusuhannya adalah yang suka menggelar perdebatan, adu argumen dan pendapat.

Tetapi debat dengan cara yang baik untuk menerangkan kebenaran kepada orang yang bodoh, dan kepada ahli bidah, hal itu tidak masalah. Tetapi, jika sudah melampaui batas, maka hal itu tidak diperbolehkan. Bahkan jika perdebatan itu dilakukan untuk menunjukkan kehebatan diri, hal itu malah menjadi bukti akan lemahnya iman dan sedikitnya pengetahuan.

Jadi, bisa saja dengan perdebatan ini, tali ukhuwah akan terurai dan hilang. Sebab masing-masing merasa lebih lebih kuat hujjahnya dibanding yang lain.

7. Berbisik-bisik (pembicaraan rahasia)

Berbisik-bisik adalah merupakan hal yang sepele tetapi mempunyai pengaruh yang dalam bagi orang yang berfikiran ingin membina ikatan persaudaraan.

Allah swt. Berfirman, "Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman berduka cita…."(Al-Mujadalah: 10).

Rasulullah bersabda, "Jika kalian bertiga, maka janganlah dua orang di antaranya berbisik-bisik tanpa mengajak orang yang ketiga karena itu akan bisa menyebabkannya bersedih."(HR Bukhari dan Muslim).

Para ulama berkata, "Setan akan membisikkan kepadanya dan berkata, 'Mereka itu membicarakanmu'." Maka dari itu para ulama mensyaratkan agar meminta idzin terlebih dahulu jika ingin berbisik-bisik (berbicara rahasia).

sumber : diadaptasi dari tulisan berjudul Hal-hal yang Merusak Ukhuwah karya Syaikh Saad Al-Ghinaam.

Rabu, 03 Februari 2010

Milih HELM...Apa Yach????


Seputar Helm Berdasarkan data statistik dikatakan bahwa setiap dua kilometer, seorang pengendara sepeda motor mempunyai resiko mati karena kecelakaan duapuluh kali lebih besar dibandingkan dengan seorang pengendara mobil. Tetapi dengan memakai helm, dapat menurunkan resiko kematian sampai 30% . Kecelakaan akibat benturan pada kepala merupakan penyebab utama kematian pada kecelakaan kendaraan bermotor. Jika tidak memakai helm, maka kemungkinan mengalami kecelakaan fatal pada kepala adalah empat puluh kali lebih besar daripada yang memakai helm. Menunjuk pada pernyataan di atas, maka helm merupakan suatu alat keselamatan atau pelindung yang efektif bagi pengendara bermotor. Saat ini begitu banyak helm yang dijual di pasar, dan tidak semua helm dapat benar-benar melindungi kepala pada saat terjadi kecelakaan. Apabila anda berniat untuk membeli helm, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehinga benar-benar bermanfaat untuk melindungi kepala anda.
TIPS MEMILIH HELM:
1) Pilihlah helm yang telah berlabel ternama, dimana maksudnya adalah Helm tersebut telah memenuhi Safety Test Standard yang dilakukan oleh suatu lembaga resmi untuk pengujian Helm.
2) Jangan menggunakan HELM ”cetok” karena helm seperti ini tidak akan dapat melindungi kepala pada saat terjadi kecelakaan.
3) Pilihlah kaca pelindung helm yang dapat melindungi mata serta dapat memberikan keleluasaan dalam pandangan.
4) Pilihlah helm yang mempunyai kaca pelindung transparant (tidak berwarna hitam), karena sangat berbahaya bila digunakan pada saat malam hari.
5) Pilihlah helm yang sesuai dengan ukuran kepala dan nyaman dipakai.
6) Jangan menggunakan helm yang pernah terbentur, karena helm tersebut tidak memiliki perlindungan yang optimal.
7) Masa waktu penggunaan HELM adalah 3 tahun sejak dikeluarkan oleh pabrik, untuk menghindari masa expires pada saat dikeluarkan oleh pabrik dan dipasarkan di toko gunakan helm selama 2 tahun. Kapan helm harus diganti ?? Gantilah helm dengan yang baru, setelah dipakai selama dua sampai empat tahun.Gantilah helm setelah mengalami benturan atau kecelakaan. Sering-seringlah memeriksa helm anda untuk memastikan apakah masih layak dipakai atau tidak dan yg lebih penting kalo ilang segera beli lagi… hehehe… moga bermanfaat…[...]

Kamis, 21 Januari 2010

Di Antara Waktu-Waktu Shalat


Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Salah seorang di antara kalian senantiasa (terhitung) di dalam shalat selama ia tertahan oleh shalat, tidak menghalanginya untuk kembali kepada keluarganya kecuali shalat" (HR Muslim).

Dalam hadis lain diungkapkan, "Sesungguhnya salah seorang di antara kalian (terhitung) di dalam shalat selama tertahan oleh shalat sedang para malaikat mendoakan mereka: 'Ya Allah, ampunilah dia; ya Allah rahmati dia, selama dia tidak berdiri dari tempat shalatnya atau berhadas (batal wudhunya)'". (HR. Bukhari).

Penjelasan:
Shalat tepat waktu adalah keutamaan. Keutamaannya akan berlipat apabila shalat tepat waktu tersebut dilakukan di masjid dan berjamaah. Keutamaan ini akan berlipat lagi tatkala kita mempersiapkan diri sebelum melaksanakannya dengan menunggu sebelum azan berkumandang. Kenapa menunggu shalat menjadi sebuah keutamaan? Ada empat alasan.

Pertama, menunggu shalat adalah bukti kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya. Sebagai analogi, seseorang yang sedang dimabuk cinta akan senantiasa merindukan perjumpaan dengan yang dicintainya. Tatkala ada janji bertemu, ia akan berusaha untuk tidak terlambat. Begitu pula saat kita merindukan Allah, kita akan selalu menunggu berjumpa dengan-Nya dan akan selalu menunggu perjumpaan itu.

Kedua, menunggu waktu shalat akan membuka kesempatan bagi kita untuk melakukan banyak kebaikan lainnya, seperti membaca Alquran, i'tikaf, berzikir, membereskan tempat shalat, dan lainnya.

Ketiga, saat menunggu shalat kemungkinan bermaksiat menjadi sangat kecil minimal maksiat secara fisik.

Keempat, saat menunggu shalat kita akan berusaha menjaga kebersihan diri dan hati. Bukankah salah satu syarat sahnya shalat adalah bersih badan dan tempat shalat dari kotoran dan najis? Karena itu, Rasulullah SAW menjanjikan bahwa seseorang dikategorikan sedang shalat, tatkala ia meniatkan diri menunggu datangnya waktu shalat. Bahkan, saat itu para malaikat terus melantunkan doa agar kita dirahmati Allah SWT. Hadis ini akan lebih aplikatif dan bernilai sosial andai tenggat waktu menunggu tersebut makna dan cakupannya diperluas. Pemaknaannya tidak sekadar menunggu shalat di masjid, tapi menempatkan semua aktivitas hidup dalam kerangka menunggu datangnya waktu shalat. Hidup kita, hakikatnya, adalah perpindahan dari satu shalat ke shalat lainnya.

Alangkah indahnya bila kita mampu mengubah paradigma berpikir bahwa seluruh aktivitas hidup kita (kerja, sekolah, tidur, bermain, dsb.) adalah "aktivitas sampingan" dari shalat. Bila paradigma berpikir ini digunakan, maka "tak akan sekalipun" kita melalaikan kumandang azan, karena itulah kerja utama kita. Yang tak kalah penting, semua aktivitas kita di luar shalat insya Allah akan makin berkualitas karena dilandasi nilai mahabatullah, nilai zikir, nilai amal ma'ruf nahyi munkar, dan selalu terjaganya kebersihan diri. Boleh jadi, semua aktivitas kita akan bernilai shalat, karena kita meniatkannya sebagai aktivitas "menanti" untuk berjumpa dengan Allah SWT. Wallahu a'lam.

Berprestasi dengan Motivasi


Salah satu kunci agar kita bisa sukses hidup di dunia adalah motivasi. Makin besar motivasi kita untuk memperbaiki diri dan maju, kemungkinan sukses pun akan kian besar.

Motivasi seseorang sangat ditentukan oleh tingkat harapannya terhadap sesuatu. Karena itu, ada tiga hal yang berkaitan erat denga prestasi, yaitu :

1. prestasi itu sendiri,
2. motivasi, dan
3. harapan.

Prestasi bisa diraih karena adanya motivasi dan motivasi akan tumbuh jika ada harapan.

Banyak manusia lebih sering mengeluarkan alasan ketimbang berbuat. Lebih mengkhawatirkan, semua itu terlahir hanya untuk menutupi kemalasan dan kegagalannya.

Ketika ditanya, misalnya, "Mengapa Anda tidak kuliah?"

Jawaban yang sering muncul adalah tidak punya uang, atau karena orang tua tidak sanggup membiayai, minder, dan sebagainya. Padahal, jika seseorang mau berbuat, semua itu bisa disiasati. Bisa dengan cara berwirausaha, atau mendapatkan beasiswa.

Begitu pula ketika ditanya, "Mengapa tidak mencoba berbisnis?"

Jawaban yang sering terlontar terlihat fatalis: takut gagal, tidak punya modal, banyak saingan, dan sebagainya. Karena itu, jangan heran jika kita tidak pernah maju. Bagaimana mau maju, motivasi untuk maju saja tidak ada?

Sebaik-baik sumber motivasi adalah ridha Allah SWT. Prestasi tertinggi seseorang dalam hal ini adalah mendapatkan surga. Sebaliknya, sumber motivasi terendah adalah dunia. Bila motivasi seseorang hanya tertuju pada dunia, yakinlah bahwa hanya kekecewaan yang akan ia dapatkan.

Seseorang yang berbisnis karena mencari dunia semata, akan kecewa bila bisnisnya merugi. Tapi bagi orang yang berbisnis karena Allah, setiap kegagalan bermakna pengalaman berharga untuk tidak jatuh dalam kegagalan serupa.

Ia juga akan menyadari bahwa semua terjadi karena izin Allah. Ia sadar bahwa keinginannya belum tentu sesuai menurut Allah. Tugasnya hanya meluruskan niat dan menyempurnakan ikhtiar, perkara hasil ada di tangan Allah sepenuhnya. Inilah hakikat motivasi menuju prestasi yang hakiki.

Selasa, 19 Januari 2010

Keutamaan Membaca Basmalah


Setiap melakukan sesuatu hendaklah kita mulai dengan membaca Basmalah (bismillahirrahmanirrahiim). Perlu kita ketahui bersama bahwa bacaan basmalah mempunyai banyak keutamaan jika kita ucapkan. Dalam suatu riwayat dijelaskan “Barangsiapa membaca basmalah maka akan mendapatkan sesuatu yang diinginkan/diharapkan dan barangsiapa istiqomah dalam membaca basmalah maka akan mendapatkan sesuai dengan permintaannya”.
Dalam penjelasan lain, sesungguhnya Allah SWT menurunkan kitab-kitab wahyu di muka bumi ini berjumlah 104 dengan rincian 60 shuhuf diturunkan kepada Nabi Syist, 30 shuhuf kepada Nabi Ibrahim, 10 shuhuf kepada Nabi Musa, Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa, Kitab Zabur kepada Nabi Daud, Kitab Injil kepada Nabi Isa, dan Kitab Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. Makna dari 104 kitab di atas termuat di dalam Kitab Al-Qur’an. Kemudian makna Al-Qur’an termuat di dalam Surat Al-Fatihah, makna Surat Al-Fatihah sudah termuat dalam bacaan basmalah, makna basmalah termuat dalam huruf Ba’ di dalam kata basmalah. Sedangkan arti dari huruf Ba’ sendiri yaitu bii maakaana maakaana wabii yakuunu maayakuunu artinya Karena Allah sesuatu yang ada menjadi sudah ada sekarang dan karena Allah sesuatu yang akan terjadi menjadi terjadi.
Pada suatu zaman dahulu kala terdapat salah satu orang yang termasuk orang sholeh sedang menerima ujian dari Allah SWT berupa penyakit sehingga para dokter-dokter atau tabib-tabib pada saat itu tidak ada yang bisa mengobati. Orang sholeh tersebut sampai putus asa karena tidak ada yang bisa mongobati penyakitnya. Sampai suatu hari, beliau berpikir bagaimana caranya agar sembuh dari penyakit tersebut dan usaha apa yang harus dilakukannya. Waktu berpikir, beliau teringat saat membaca keterangan-keterangan tentang keutamaan membaca Basmalah. Kemudian beliau berniat untuk mengistiqomahkan membaca basmalah sebanyak-banyaknya. Alhamdulillah tidak berapa lama, sebab fadhilah dari membaca basmalah beliau diberikan oleh Allah SWT berupa kesembuhan…Waallahu A’lam…
Cerita yang lain, terdapat seorang perempuan yang menjadi istri seorang yang munafik. Kebiasaan perempuan tersebut setiap melakukan segala sesuatu baik itu ucapan maupun tindakan selalu membiasakan dan tidak pernah lupa dengan membaca basmalah. Tindakan tersebut diketahui oleh suaminya dan suaminya tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh istrinya. Suatu ketika sumi tersebut mempunyai niatan untuk mempermalukan istrinya dengan menciptakan sebuah rekayasa atau siasat. Rekayasa tersebut adalah sang suami ingin memberikan sebuah kantong yang berisi benda-benda berharga agar dijaga oleh istrinya.”Bu, ini ada sebuah kantong yang berisi benda-benda berharga, tolong disimpan jangan sampai hilang”, kata sang suami. Sang istri menerima kantong tersebut dengan mengucapkan basmalah, kemudian menyimpannya dalam sebuah peti. Suatu hari sang suami mengambil kantong tersebut tanpa sepengetahuan istrinya. Kemudian kantong tersebut dilempar ke dalam sumur yang ada di rumahnya. Setelah kantong dilempar ke dalam sumur, sang suami meminta istri untuk mengambil kantong yang telah dititipkan. Kata suami,”Bu, tolong ambilkan kantong yang telah aku titipkan kepadamu”. Sang istri menjawab,”Bismillahirrahmanirrahiim…ya, pak”. Kemudian sang istri mengambil kantong yang disimpannya. Pada saat perjalanan untuk mengambil kantong tersebut, Allah SWT memerintahkan Malaikat Jibril untuk turun ke bumi dan mengambil kantong yang ada dalam sumur dengan cepat serta meletakkannya ke dalam tempat penyimpanan atau peti dalam keadaan kering seperti sediakala atau keadaannya seperti kantong sebelum dilemparkan oleh sang suami ke dalam sumur. Maksud Allah memerintah malaikat Jibril tersebut agar sang istri tidak diperlumakan sang suami karena tidak bisa menjaga amanah yang telah dititipkan oleh sang suami. Sesampainya di tempat penyimpanan, sang istri mengucapkan kembali basmalah sebelum membuka tutup dari peti tempat menyimpan kantong. Dan ternyata, kantong tersebut masih tetap berada di dalam peti seperti sediakala. Kemudian sang istri mengambil kantong tersebut dan menyerahkan kepada suaminya. Melihat kejadian tersebut, sang suami heran dengan seheran-herannya. Kemudian sang suami taubat memohon ampun kepada Allah SWT atas kemunafikannya. (terjemah ‘Uqudijjain)..”Subhanallah…Maha Suci Allah atas hidayah yang telah diberikan kepada sang suami tersebut…”
Melihat cuplikan cerita-cerita di atas, kita bisa mengambil hikmah dan beberapa keutamaan dari membaca basmalah. Untuk itu, marilah kita memperbanyak membaca basmalah dalam setiap akan melakukan tindakan maupun akan mengucapkan sesuatu. (Budi Setiawan)

Selasa, 12 Januari 2010

Peristiwa 15 Januari 1974 (MALARI)

Peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) adalah peristiwa
demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan sosial yang terjadi pada 15
Januari 1974.

Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang Kakuei Tanaka sedang
berkunjung ke Jakarta (14-17 Januari 1974). Mahasiswa merencanakan menyambut
kedatangannya dengan berdemonstrasi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.
Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk
pangkalan udara. Tanggal 17 Januari 1974 pukul 08.00, PM Jepang itu
berangkat
dari Istana tidak dengan mobil, tetapi diantar Presiden Soeharto dengan
helikopter dari Bina Graha ke pangkalan udara.

Kedatangan Ketua Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI), Jan P. Pronk
dijadikan momentum untuk demonstrasi antimodal asing. Klimaksnya, kedatangan
PM Jepang, Januari 1974, disertai demonstrasi dan kerusuhan.

Usai terjadi demonstrasi yang disertai kerusuhan, pembakaran, dan
penjarahan, Jakarta berasap. Soeharto memberhentikan Soemitro sebagai
Panglima Kopkamtib, langsung mengambil alih jabatan itu. Jabatan Asisten
Pribadi Presiden dibubarkan. Kepala Bakin Soetopo Juwono digantikan oleh
Yoga Sugama.

Dalam peristiwa Malari Jenderal Ali Moertopo menuduh eks PSII dan eks
Masyumi atau ekstrem kanan adalah dalang peristiwa tersebut. Tetapi setelah
para tokoh peristiwa Malari seperti Syahrir dan Hariman Siregar diadili,
tidak bisa dibuktikan bahwa ada sedikitpun fakta dan ada seorangpun tokoh
eks Masyumi yang terlibat di situ. Belakangan ini barulah ada pernyataan
dari Jenderal Soemitro (almarhum) dalam buku Heru Cahyono, Pangkopkamtib
Jendral Soemitro dan Peristiwa Malari bahwa ada kemungkinan kalau justru
malahan Ali Moertopo sendiri dengan CSIS-nya yang mendalangi peristiwa
Malari.

Mahasiswa menggelar spanduk bertuliskan Tanaka Out saat terjadi Peristiwa Malari, Jakarta, 15 Januari 1974 [TEMPO/ Syahril Wahab; 015/087/74


Mahasiswa berhadapan dengan aparat/ tentara saat terjadi Peristiwa Malari, Jakarta, 15 Januari 1974 [TEMPO/ Syahril Wahab; 015/094/74;


Peristiwa Malari di Jakarta , 15 Januari 1974 [TEMPO/ Syahrir Wahab; 015/089/74


PANGKOPKAMTIB JENDERAL SUMITRO DAN BRIGADIR JENDERAL HERMAN SARENS SUDIRO DI TENGAH MASA, JALAN THAMRIN MENENANGKAN MASSA PADA PERISTIWA MALARI TAHUN 1974 [ SYAHRIR WAHAB / DOK TEMPO; 015/093/74


Mobil yang dibakar saat terjadi peristiwa Malari, Jakarta, 15 Januari 1974 [TEMPO/ Syahrir Wahab; 014/005/74


Massa dan panser pada protes peristiwa malari di daerah Senen, Jakarta Pusat tahun 1974 [Tempo; 14/12/74


Mahasiswa duduk di bawah kaki polisi yang membawa senapan pada protes/ peristiwa malari 15 Januari 1974 di Jakarta

Sabtu, 09 Januari 2010

Hatta Rajasa terpilih dalam Kongres III PAN di Batam


Calon ketua umum Hatta Rajasa akhirnya terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) 2010-2015. Kemenangan itu diraih setelah pesaingnya, Dradjad Wibowo, menyerahkan posisi ketua umum kepada Hatta setelah diminta oleh Ketua Majelis Pertimbangan Partai PAN Amien Rais.
Baik Hatta maupun Dradjad sebelumnya sempat menyampaikan visi dan misi sebagai calon ketua umum. Setelah pembacaan visi dan misi, Amien Rais berpidato dan menceritakan tentang adanya pertemuan antara Hatta dan Dradjad pada pukul 01.10 WIB.
Setelah Amien, giliran Dradjad yang berpidato menyampaikan rasa terima kasih. "Demi kepentingan partai yang lebih baik, saya mendukung Hatta menjadi ketua umum," ungkapnya.
Drajad Wibowo, calon Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), mengundurkan diri dari kompetisi pucuk pimpinan PAN beberapa saat sebelum sidang pemilihan itu dimulai di Batam, Sabtu (9/1/2010).
"Demi Ukhuwah, Insya Allah, Hatta Rajasa memimpin PAN," kata Drajad dan disambut teriakan pendukungnya.
Seusai mengeluarkan pernyataan itu, Drajad langsung disalami Amien Rais sesaat sebelum ditetapkan menjadi Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) PAN. Amien terpilih dan ditetapkan secara aklamasi dalam rapat pleno Kongres PAN.
Sebelumnya, Amien Rais mengatakan sudah ada kesepakatan antara Dradjad dan Hatta Rajasa di sela-sela sidang AD/ART, Jumat dini hari. Dalam pertemuan itu, menurut Amien, Hatta Rajasa duduk di sebelah kanan, sedangkan Dradjad di sebelah kiri.
Amien kemudian menyanyikan lagu Bimbo. "Matahari di sebelah kanan, rembulan di sebelah kiri ... ," tutur Amin.
Dalam pertemuan itu disepakati bahwa proses pemilihan hanya berlangsung lima setengah menit. "Tidak ada voting," kata Amien. Pernyataan Amien itu membuat beberapa pendukung Amien dan Dradjad kecewa. Beberapa di antaranya meminta agar proses voting tetap berlangsung.
Dengan mundurnya Dradjad dari bursa ketua umum PAN, maka otomatis Hatta Rajasa terpilih menjadi Ketua Umum PAN 2010-2015 secara aklamasi. Sementara itu, begitu mengumumkan pengunduran diri, Drajad langsung meninggalkan ruang pemilihan dengan dikawal beberapa pendukungnya.

Selasa, 05 Januari 2010

Do'a-Doa Rasulullah


Do'a adalah ibadah yang sangat agung, yang tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah. Hakikat do'a adalah menunjukkan ketergantungan kita kepada Allah dan berlepas diri dari daya dan upaya makhluk. Do'a merupakan tanda Ubudiyah (penghambaan diri secara totalitas kepada Allah). Do'a juga merupakan lambang kelemahan manusia. Di dalam ibadah do'a terkandung pujian terhadap Allah. Disamping itu terkandung juga sifat penyantun dan pemurah bagi Allah. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Doa itu adalah ibadah." (HR. Tirmidzi).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah seorang yang banyak berdo'a, memohon dan menunjukkan ketergantungan kepada Allah. Beliau sangat menyukai kalimat-kalimat yang ringkas namun sarat makna dan juga menyukai ucapan-ucapan do'a.
Di antara do'a Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah: "Ya Allah, tolonglah aku dalam menjalankan agama yang merupakan pelindung segala urusanku. Elokkanlah urusan duniaku yang merupakan tempat aku mencari kehidupan. Elokkanlah urusan akhiratku yang merupakan tempat aku kembali. Jadikanlah kehidupanku ini sebagai tambahan segala kebaikan bagiku dan jadikanlah kematianku sebagai ketenangan bagiku dari segala kejahatan." (HR. Muslim).
Di antara do'a beliau adalah: "Ya Allah, Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Ya Allah Pencipta langit dan bumi, Tuhan segala sesuatu dan yang merajainya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku, kejahatan setan dan bala tentaranya, atau aku melakukan kejahatan terhadap diriku atau yang aku tujukan kepada seorang muslim lain." (HR. Abu Daud).
Demikian pula do'a berikut ini: "Ya Allah, cukupilah aku dengan rizki-Mu yang halal (supaya aku terhindar) dari yang haram, perkayalah aku dengan karunia-Mu (supaya aku tidak meminta) kepada selain-Mu." (HR. At-Tirmidzi).
Di antara permohonan beliau kepada Allah: "Ya Allah, ampunilah dosaku, curahkanlah rahmat-Mu kepadaku dan temukanlah aku dengan teman yang tinggi derajatnya." (Muttafaq 'alaih).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa berdo'a memohon kepada Allah Ta'ala baik pada waktu lapang maupun pada saat sempit. Pada peperangan Badar, beliau berdo'a kepada Allah hingga jatuh selendang beliau dari kedua pundaknya, memohon kepada Allah agar menurunkan pertolongan bagi kaum muslimin dan menjatuhkan kekalahan atas kaum musyrikin. Beliau sering berdo'a untuk dirinya sendiri, untuk keluarga dan ahli bait beliau, untuk sahabat-sahabat beliau bahkan untuk segenap kaum muslimin.

SUKSES


Sukses, kondisi yang selalu diidam-idamkan semua orang. Untuk mencapainya perlu ketekunan dan kerja keras. Dalam kenyataannya, tidak sedikit dari kita suka merasa minder dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga potensi yang ada dibiarkan mati, tidak didayagunakan. Padahal, dengan usaha optimal dan tidak lekas berputus asa, seseorang dapat menggapai keberhasilan.

Konon, dalam sebuah cerita, ketika bayi gajah dilahirkan, para pawang mengikatnya dengan tali pada tiang yang tertancap kuat di tanah. Lama-kelamaan gajah itu pun belajar, ketika tali diletakkan di lehernya, ia tidak bisa pergi kemana-mana. Begitu beranjak dewasa, gajah itu hanya diikat pada tiang kecil yang bisa dengan mudah ia cabut. Tetapi ia tidak pernah berusaha untuk lepas karena telah terkondisi untuk mempercayai bahwa ketika tali sudah diikatkan di lehernya, ia tidak bisa pergi kemana-mana.

Prinsip yang sama sering dipakai oleh banyak orang. Karena menganggap tidak memiliki prestasi penting saat masa muda, mereka pasrah menjadi orang biasa dan tidak pernah berkeinginan untuk mencapai prestasi luar biasa. Mereka tidak sadar, para peraih prestasi besar tidak berbeda dengan kita semua, mereka hanya percaya, keberhasilan atau kegagalan masa silam bukan jaminan yang sebenarnya buat masa depan.

Setiap guru di sekolah menengah selalu memprediksi “siapa saja” murid yang memiliki kemungkinan besar untuk sukses menjadi manajer, direktur, jendral, bahkan presiden. Adapun kriteria penting yang dijadikan acuan, nilai, olah raga, dan popularitas, sehingga jika seorang murid tidak dapat meraih salah satu dari ke 3 kategori tersebut di atas, dimasukkan dalam murid “biasa” dan tidak ada seorang pun yang mengharapkan mereka meraih sesuatu yang besar dalam kehidupan.

Adalah Steven Spielberg, seorang murid sekolah menengah yang mampu mematahkan anggapan itu. Ia seorang anak dengan prestasi biasa, namanya kurang begitu populer, ia pun tidak memiliki kemampuan dalam bidang olah raga yang menonjol. Tak seorang pun menyangka ia akan menjadi orang yang sukeses. Saat ini ia menjadi seorang sutradara ngetop. Segala kejeniusan, kreatifitas, dan kecerdasannya tidak diketahui orang saat ia belajar di sekolah menengah. Baru diketahui kemudian, setelah ia dewasa.

Steven memang tidak meraih sesuatu yang besar saat sekolah menengah, tetapi sedikit orang yang tahu bakatnya di bidang lain: membuat film hiburan dengan kamera super 8 pemberian ibunya saat duduk di sekolah dasar, kadang-kadang ia sering mencuri waktu untuk aktifitas filmnya itu. Dengan giat dan tekun ia membuat film tersebut. Hasil kerja kerasnya telah membuahkan hasil, Steven Spielberg telah menjadi sutradara besar sekaligus jutawan yang sangat populer, sebutlah film-film ET, Jurassic Park, Godzila, dll. Semua filmnya laku keras dan selalu menjadi Box Office. Saat ini, empat dari sepuluh film terlaris yang beredar disutradarai oleh Steven Spielberg.

Ada hikmah yang terselip dibalik perjalanan Steven, kerja keras, ketekunan, dan menyingkirkan sikap putus asa merupakan sifat yang perlu ditiru oleh setiap pribadi muslim. Rasulullah saw. adalah suri tauladan terbaik bagi umat, dakwahnya bertahun-tahun dilaluinya dengan tekun, cobaan yang menerpa, ancaman yang melanda, dan rintangan yang menghadang dihadapinya dengan sikap sabar. Ia tidak lekas berputus asa ketika dakwahnya kurang mendapat sambutan. Selama 10 tahun, ia hanya mampu merekrut kader sebanyak 72 orang. Bayangkanlah jika Anda seorang da’i yang ditugasi mengenalkan Islam di suatu tempat, lalu selama bertahun-tahun Anda hanya mendapatkan beberapa gelintir orang yang mengikuti Anda. Akankah Anda terus berdakwah? Ataukah Anda akan cepat mengepak pakaian dan segera angkat kaki dengan hati gusar?

Ibarat air yang menetes di atas batu, lama kelamaan batu dapat dilubanginya. Begitu pula dalam berusaha. Tujuan penting yang hendak digapai melaui proses satu langkah demi satu langkah. Jika gagal, jangan putus asa, ambillah pelajaran darinya.

Manusia adalah makhluk yang berakal, tidaklah heran bila dikatakan al-insaanu hayawaanun nathiqun (manusia adalah hewan yang berakal). Manusia dengan akalnya memiliki sifat malaikat. Tetapi, manusia dengan syahwatnya memiliki sifat binatang. Jika syahwat mengalahkan akalnya, manusia akan lebih bodoh dari binatang. Jika akalnya mengalahkan syahwatnya, manusia akan lebih baik dari malaikat.

Akal yang diberikan Allah, hendaknya didayagunakan seoptimal mungkin. Kita bisa melihat betapa hebatnya seekor lebah, dengan bergotong-royong mereka membuat sarang yang sangat kuat, tahan goncangan. Mereka lakukan dengan kerja keras, tanpa lelah. Tak heran, hasil rancangan lebah tersebut dijadikan referensi bagi pembuatan rumah tahan gempa.

Sukses bagi setiap orang memang bervariasi. Sukses bagi seorang pengasong rokok adalah menjual 5 bungkus rokok sehari. Tapi Toko Grosir rokok dikatakan berhasil jika mampu menjual 5 box rokok. Lain lagi dengan pabrik rokok, dikatakan sukses jika mampu menjual rokok 3 juta batang perhari.

Barangkali, halangan dalam mengapai kesuksesan adalah perasaan gentar saat memandang posisi Anda sekarang dengan cita-cita yang Anda tuju. Terlalu jauh, itu tanggapan Anda. Jika Anda ditantang untuk melompat setinggi 6 meter, Anda akan berkata, “Saya tidak akan mampu meraihnya”, Anda benar. Tidak ada seorang pun yang mampu, Michael Jordan sekalipun. Tapi Anda harus ingat, yang Anda butuhkan papan setinggi 6 meter, paku, dan palu. Dengan alat tersebut, melompat setinggi 6 meter bukan masalah lagi.

Yang penting, kerja keras sangatlah diperlukan untuk menggapai kesuksesan. Jika semua pintu terkunci, buatlah jendela. Setiap kesulitan yang menghadang harus dihadapi dengan sabar. “Sesungguhnya dibalik kesusahan ada kemudahan.”

Belajar Mencintai Orang Lain


Suatu hari ketika Rasulullah SAW duduk di antara para sahabatnya, datanglah seorang pemuda dengan agak tergesa-gesa. Sebagai seorang pemuda yang sedang bergelora, ia sering terjerumus ke hal-hal yang negatif, yaitu perbuatan zina. Ia tahu bahwa perbuatan seperti itu tidak pantas dilakukan, tetapi ia merasa sulit untuk mengatasi gelora nafsunya. Pemuda itu berkata, ''Wahai Rasulullah SAW, izinkanlah aku melakukan perbuatan zina.'' Gemparlah majelis Rasulullah SAW itu. Untuk apa pemuda itu menanyakan sesuat yang sudah jelas jawabannya, demikian kata mereka yang hadir. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang mencibir pertanyan pemuda itu.

Namun, Nabi Muhammad tetap bijaksana dalam menanggapi pertanyaan pemuda itu. Rasulullah berkata kepada para sahabat, ''Suruhlah pemuda itu mendekatiku.'' Maka pemuda itu pun mendekati beliau. Setelah pemuda itu duduk di dekat beliau, maka dengan lembut Rasulullah SAW berkata kepadanya, ''Wahai anak muda, apakah kamu suka bila perzinaan itu dilakukan atas diri ibumu?'' Ia menjawab, ''Tidak. Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.'' Beliau bersabda, ''Nah! Demikian perasaan orang lain, ia juga tidak suka bila hal itu terjadi pada diri ibunya.'' Rasulullah SAW berkata, ''Wahai anak muda, apakah kamu rela bila hal itu terjadi atas diri putrimu?

'' Ia menjawab, ''Tidak. Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.'' Beliau bersabda, ''Nah! Orang lain pun demikian, ia tentu tidak rela bila hal itu terjadi pada diri putrinya.'' Rasulullah SAW mengajukan pertanyaan serupa jika hal itu menimpa bibi ataupun saudara perempuannya. Pemuda itu mengemukakan jawaban yang sama. Rasulullah SAW bersabda, ''Wahai anak muda, ketahuilah bahwa tidak seorang pun yang rela terhadap perbuatan yang menodai kehormatan keluarganya.'' Kemudian beliau meletakkan tangan beliau pada pemuda tersebut seraya berkata, ''Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan peliharalah kemaluannya.

'' Sesudah kejadian itu, pemuda tersebut tidak pernah lagi melakukan perbuatan yang menodai kehormatan orang lain. (HR. Ahmad). Egoisme adalah bagian dari fitrah manusia yang tidak mungkin dihilangkan, untuk itu perlu dikendalikan dengan rasa cinta terhadap sesamanya. Sebab, jika tidak, ia akan melahirkan bencana kemanusiaan. Pemerkosaan, pencurian, perampokan, pembunuhan, dan korupsi itu terjadi karena pelakunya tidak berpikir seandainya yang menjadi korban tindakannya itu adalah dirinya sendiri atau keluarganya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda, ''Salah seorang di antara kalian belum dikatakan beriman yang sebenarnya sebelum ia mencintai saudaranya (orang lain) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.'' (HR Bukhari).